4.21.2013

Sebuah Renungan di Hari Kartini

Alhamdulillah kita memasuki tahun 2013, tahun di mana segala macam teknologi di dunia ini telah berkembang. Tahun di mana kita menemukan masa yang jelas berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Dan tahun di mana kita berjumpa lagi dengan bulan April.

Kita kini hampir ada pada penghujung April. Dan sekarang dengan tanggal 21 maka banyak sekali manusia-manusia di negeri ini yang teringat akan sesosok perempuan. Perempuan yang dikenal cukup hebat karna memiliki keberanian tersendiri pada zamannya.


Ialah Kartini, seorang perempuan pribumi yang begitu gigih memperjuangkan hak-hak para perempuan. Bukan, bukan maksud beliau untuk menjadikan segala hal di dunia ini sama rata antara perempuan dan laki-laki. Tentu yang namanya adil bukan harus selalu sama kan? Adil juga bukan soal setara untuk segala hal di dunia ini. Bukan, bukan itu yang diperjuangkan Kartini.

Emansipasi, sebuah kata yang begitu familiar di era kini. Ada banyak sisi positif dan negatif dari sebuah emansipasi. Pun perjuangan hebat yang dilakukan Kartini tidak melulu memeberikan efek positif untuk keselarasan gender di era modern ini. Positif, karna memang perempuan juga merupakan manusia yang mempunyai hak untuk bersuara, mempunyai hak untuk menuntut ilmu, juga hak untuk berkarya (di bidang-bidang tertentu). Adalah hal-hal yang memang tidak boleh dikekang jika menyangkut hak-hak demikian.  Selama perempuan tetap pada kodrat dan fitrahnya dengan taat menjalankan kewajiban-kewajibannya, tidak bertentangan dengan norma-norma yang ada, maka tidaklah salah jika hak-hak tersebut pun perlu untuk didapatkan. Maka itulah yang disebut sisi positif.

Namun, di sisi lain, tidak sedikit ternyata kaum-kaum yang kurang pas mengartikan makna emansipasi yang sebenarnya. Tidak jarang yang mengartikan bahwa emansipasi adalah penyetaraan gender untuk segala-galanya di dunia ini. Pemikiran tersebut ternyata banyak yang datang dari kaum perempuan yang hidup di era kini, era modern yang semakin mempengaruhi pemikiran manusia untuk kian bebas berekspresi dalam segala hal. Mereka lupa bahwa perempuan secara fitrahnya terlahir untuk menjadi makmum bagi laki-laki (dalam berumah tangga). Maka dengan segala konsekuensinya, perempuan memang selayaknya menjadi makmum yang berbakti dan patuh pada imamnya. Setidaknya itu satu hal yang perlu diperhatikan. Karna di zaman sekarang ini banyak sekali perempuan yang berlebih-lebihan dalam mempraktikan teori emansipasi. Itulah contoh dampak negatif akan emansipasi. Kemudian ini menjadi sebuah persoalan sendiri bagi sebagian kaum laki-laki.

Di sisi lain para laki-laki menganggap emansipasi adalah sebuah keuntungan juga untuk mereka, karna mereka bisa dengan bebasnya memberi beban yang setara beratnya untuk para perempuan. Tidak salah memang, untuk hal-hal tertentu. Tapi tetap perlu diingat juga bahwa perempuan memiliki harfiah yang berbeda dengan laki-laki, setidaknya dari segi fisik. Maka jika pembagian beban (terutama untuk hal yang menyangkut masalah fisik) perlu memperhatikan beberapa hal juga.

Dari sekian banyak contoh pemaknaan emansipasi yang tergambar dalam realitas, sisi positif dari emansipasi Kartini perlu diapresiasi. Tapi mungkin cukup bisa diyakini juga bahwa emansipasi yang diperjuangkan Kartini bukanlah untuk semua aspek kehidupan dengan detail-detailnya. Dengan arti lain, penyetaraan gender dalam kehidupan tetap ada pengecualian-pengecualian, pun itu juga harus tetap mempertimbangkan dan melihat fitrah/kodrat dari masing-masing pihak (perempuan, juga laki-laki).

PS: Ini adalah karangan pribadi dari kaca mata pribadi penulis. Mohon maaf jika ada yang kurang berkenan.



Nur Alfi Ekowati
[21-04-2013]

0 komentar:

Posting Komentar